Jumat, 28 Maret 2014

Cintaku Berakhir di SPBU - Part II

Standard

Antrian SPBU semakin berkurang. Semula ketika aku datang, berbaris panjang sekitar lima belas motor di depan. Tak terasa, kini tinggal sedikit. Sungguh disayangkan, padahal jarang-jarang saya bisa menemukan momen tak terduga seperti ini. Di sampingku masih setia perempuan dengan kendaraan-nya, tertinggal setengah meter dariku.


Sejak pertama kali aku menyadari kehadirannya, tingkah laku ini semakin tak dapat dikendalikan. Selalu berniat serius untuk mengontrol perbuatan, tapi yang ada justru semakin terjatuh dalam jurang kesalahtingkahan.

Setiap kali aku mencoba melihat ke arahnya, tak pernah sekalipun dia mengarahkan pandangannya kepadaku. Entahlah. Mungkin kebetulan saja dia tidak melihat. Atau memang tidak akan pernah mau melihatku? Astaga, pikiran ini semakin ku buat menjadi kacau.

Haruskah ini berakhir begitu saja?
Antrian motor semakin habis, dan tak ada yang bisa aku lakukan selain mencuri-curi arah pandangan, seolah-olah menikmati pandangan sibuknya aktivitas di SPBU-padahal sih, hanya ingin memastikan apakah aku mendapatkan perhatian darinya. Ternyata nihil, tak satu kali pun dia menatap ke arahku. Yang aku dapati hanya wajah lelah yang tak ingin terlalu lama lagi mengantri.

Untuk kesekian kali, aku mendorong motor ini menuju petugas SPBU. Tersisa lima motor lagi di depan. Waktuku semakin habis. Inilah masa-masa terberat dalam hidupku. Sempat terpikir untuk menyerah. Memasrahkan semuanya pada Allah saja. Tapi hati kecil ini tak lagi dapat tertipu. Aku masih ingin melihatnya. Sungguh. Setidaknya untuk memastikan saja, bahwa dia benar-benar menyadari kehadiranku di samping(motor)nya. Tapi nampaknya itu sia-sia. Beberapa kali aku melirik dan menyapu pandangan ke arahnya, namun tak ada balasan tatapan. Wajahnya hanya menunduk, sayu dalam keteguhan. Tegar dalam keyakinan. Gagah dalam keanggunan. Begitu keras ia memperjuangkan pendiriannya. Tak masalah bagiku.

Meskipun sempat terlintas rasa kecewa, tapi pertemuan ini sudahlah lebih dari cukup. Allah mempunyai garis takdir yang luar biasa indah untuk diterjemahkan. Meskipun tak ada satu patah kata terucap, pertemuan ini sungguh telah memberikan jawaban yang benar. Benarlah nasihat salah seorang ustadz dalam beberapa pertemuan terakhir. Perempuan yang baik-baik adalah untuk laki-laki yang baik-baik pula.
Nasihat itu tak pernah aku pikirkan dengan serius. Baru sore inilah, aku meyakininya begitu terang. Dia telah memelihara diri dengan sangat baik. Tak ada yang berani mengusiknya, tak ada yang berani membantah, bahwa dia benar-benar layak mendapatkan laki-laki yang terbaik.

Antrian motor tinggal satu, yaitu bapak-bapak yang memboncengi isterinya. Sang isteri tak perlu turun dari motor, sebab tangki bahan bakar sepeda motor milik bapak itu terpasang di depan. Menyadari waktu antrian yang kian habis, maka tibalah saatnya aku turun dari motor Bang Gatra untuk membuka jok. Sekarang aku berdiri tepat menghadap ke motor matic perempuan itu. Tapi kesadaranku akan nasihat sang ustadz tempo hari lalu membekaliku untuk tak ambil arah pandangan ke dirinya. Namun meski tak secara langsung memandang, aku masih saja bisa melihat dirinya ikut turun dari motor, membuka jok motor matic.

Hhuhh, aku menghela nafas untuk sejenak. Berusaha menikmati takdir Allah yang luar biasa ini. Skenario apapun yang telah Allah rencanakan, memang menakjubkan. Tak tahu apa jadinya jika aku datang ke SPBU terlalu cepat, mungkin aku sudah selesai terlebih dahulu sebelum perempuan itu datang. Sebaliknya, jika aku terlalu lama berjalan-jalan sore, pastilah aku tak akan menjumpainya.

"Berapa Mas?"tanya petugas SPBU kepadaku.
"Satu liter saja Mbak"jawabku sedikit kencang untuk mengalahkan suara bising kendaraan yang lalu lalang di sekitaran SPBU. Mungkin inilah akhirnya, harus ku akhiri. Berharap sesuatu yang belum layak untuk di harapkan hanya akan menghadirkan kekecewaan.

Pertemuan yang singkat ini, meskipun nampaknya hanya aku yang menyadarinya adalah skenario Allah yang Maha Berkehendak. Bisa jadi, Allah hanya ingin menunjukkan siapa dirinya saat ini. Betapa indahnya keteguhan untuk saling menjaga diri. Mungkin itulah hikmah yang bisa diambil.

Mendengar jawabanku yang lumayan keras, Mbak-Mbak Petugas SPBU pun memencet tombol dibagian mesin untuk mengatur jumlah liter bensin yang dikeluarkan. Dengan sigap, ia menyalurkan bensin sesuai dengan jatah pesananku.

Namun sesuatu yang tak pernah aku duga, terjadi di kala itu. ternyata suaraku yang lantang menjawab jumlah bensin tidak hanya terdengar oleh Mbak-Mbak Petugas SPBU. Gelombang longitudinal yang bersumber dari pita suaraku itu merambat cepat menembus jilbab biru muda milik perempuan dengan motor maticnya. Dalam waktu singkat, gendang telinganya mengirim impuls menuju pusat sensorik dan diterjemahkan sebagai suara yang tak asing.

Satu liter penuh sudah motor Bang Gatra itu diisi bensin. Seusai membayarnya dalam jumlah yang berlebih, Mbak-Mbak Petugas SPBU memberikan kembalian lima ratus rupiah. Tak ingin berlama-lama lagi, aku segera menutup tangki motor dan mengunci jok seperti semula. Di detik itulah, aku mendengarkannya. Telingaku tak salah menangkap gelombak suara yang ada. Dengan nada-nada bicara yang sudah terekam sebelumnya. Akhirnya, aku mendengarnya. Suara yang telah lama tak aku dengarkan.

"Mas Ali?"seru perempuan dengan motor matic yang sedang dibuka joknya.

0 komentar:

Posting Komentar